2. Konsep Pemerintah Desa
Berdasarkan undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksud
dengan pemerintah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Dan sesuai dengan Peraturan Pemerintahan Nomor
72 Tahun 2005 Bab IV pasal
11 pemerintah desa terdiri
dari Pemerintah Desa dan BPD. Oleh
karena itu Pemerintah Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa. Badan Permusyawaratan Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa sebagai
unsur penyelenggara pemerintah desa.
3. Konsep Pendapatan Asli Desa
(PADes)
Dalam Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014, Pasal 72 ayat (1) huruf a menyatakan, Pendapatan Asli Desa terdiri atas hasil usaha,
hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa.
Di dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) nomor 113 tahun 2014, Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa, pada pasal 9 ayat (3) juga dijelaskan bahwa, kelompok PADesa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a tersebut,
terdiri atas jenis:
a.
Hasil
usaha;
b.
Hasil
aset;
c.
Swadaya,
partisipasi dan Gotong royong; dan
d.
Lain-lain
pendapatan asli desa.
Dan pada ayat (4) sampai dengan (7) dijelaskan:
a.
Hasil
usaha desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a antara lain hasil Bumdes,
tanah kas desa.
b.
Hasil
aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b antara lain tambatan perahu,
pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.
c.
Swadaya,
partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c adalah
membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa
tenaga, barang yang dinilai dengan uang.
d.
Lain-lain
pendapatan asli desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d antara lain
hasil pungutan desa.
F. RUANG
LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini bermaksud untuk
menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi peningkatan
Pendapatan Asli Desa.
Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi peningkatan
Peningkatan Pendapatan Asli Desa,
yaitu:
1.
Tindakan pemerintah desa dalam peningkatan Pendapat Asli
Desa di sektor hasil usaha desa;
2.
Tindakan pemerintah desa dalam peningkatan Pendapatan Asli
Desa di sektor hasil aset;
3.
Tindakan
pemerintah desa dalam peningkatan Pendapatan Asli Desa di sektor hasil swadaya, partisipasi dan gotong
royong;
4.
Tindakan
pemerintah desa dalam peningkatan Pendapatan Asli Desa di bagian
lain-lain pendapatan asli desa
G METODE PENELITIAN
Penelitian ini tersusun dengan
kelengkapan ilmiah yang disebut sebagai metode penelitian, yaitu cara kerja penelitian
sesuai dengan cabang – cabang ilmu yang menjadi sasaran atau obyeknya.[1] Cara kerja tersebut merupakan
pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis dalam upaya pencarian
data yang berkenaan dengan masalah-masalah penelitian guna diolah, dianalisis,
diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan solusinya.[2]
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif-kualitatif. Fokusnya
adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna
ungkapan larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975)
dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain,
penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang
tidak mengadakan perhitungan. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan
metodologi kualitatif itu sendiri.
b. Unit Analisis
Diantara judul
yang kami ambil yaitu STRATEGI PEMERINTAH DESA DALAM MENINGKAT PADes, disini
kami menempatkan subjek dan objek yang yang akan diteliti. Sebagai subjek, yaitu:
1.
Kepala desa (1
orang)
2.
Perangkat desa (5 orang)
3.
Sekretaris desa (1 orang)
4.
BPD sebagai unsur penyelengara pemerintah desa (5-9
orang)
5.
Masyarakat (5 orang)
Sedangkan
objek yang akan diteliti adalah sumber
pendapat asli
desa terdiri atas
1. Hasil usaha;
2. Hasil aset;
3. Swadaya, partisipasi dan Gotong
royong; dan
4. Lain-lain pendapatan asli desa.
H TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah suatu proses
pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah
langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan
digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan.[3]
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam situasi yang sesungguhnya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yang digunakan adalah, wawancara
mendalam yang berhubungan dengan data yang diperlukan dan observasi.
a.
Wawancara
Sedangkan penggunaan wawancara
mendalam (dept interview) dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
data primer dari subyek penelitian dengan cara wawancara mendalam yang tidak
berstruktur, dengan pertimbangan supaya dapat berkembang sesuai dengan
kepentingan penelitian.
b. Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan
atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau
perilaku. Pengumpulan data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti.[4] Observasi
dilakukan bila belum banyak keterangan yang dimiliki tentang masalah yang
diselidiki. Dari hasil observasi, dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkan.[5]
Sementara H.B. Sutopo (1997:10-11),
mengemukakan bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber
data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman
gambar.Observasi dapat dilakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.Observasi langsung dapat mengambil peran maupun tidak berperan.
Spradley (1980), menjelaskan bahwa peran peneliti dalam metode observasi dapat
dibagi menjadi: (1). Tak berperan sama sekali, (2). Berperan aktif, (3).
Berperan pasif, dan (4). Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar
menjadi warga atau anggota kelompok yang sedang diamati.[6]
c.
Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan
data dengan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek
penelitian tetapi mepelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian
ini seperti buku, jurnal surat kabar dan lain sebagainya.
I TRIANGULASI
Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin
(1978), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyedik dan teori.
Validitas dan objektivitas
merupakan persoalan fundamental dalam kegiatan ilmiah.Agar data yang
diperoleh peneliti memiliki validitas dan objektivitas yang tinggi,
diperlukan beberapa persyaratan yang diperlukan. Berikut ini akan peneliti kemukakan
metode yang digunakan untuk meningkatkan validitas dan objektivitas suatu
penelitian, terutama dalam penelitian kualitatif. Robert K. Yin (1996),
mensyaratkan adanya validitas design penelitian. Untuk itu, Paton
(1984), menyarankan diterapkan teknik triangulasi sebagai validitas design
penelitian. Adapun teknik triangulasi yang peneliti pakai dalam penelitian ini
adalah triangulasi data atau triangulasi sumber.Sebagaimana dikemukakan Yin,
triangulasi data dimaksudkan agar dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
multi sumber data.
Dalam konteks ini, upaya yang
dilakukan oleh peneliti dalam pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber
data dalam pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam
penggaliannya, baik itu sumber data primer yang berupa hasil wawancara maupun
sumber data sekunder yang berupa buku, majalah dan dokumen lainnya. Sedangkan
metode atau cara yang digunakan dalam analisis data adalah metode analisis kualitatif.
Artinya analisis kualitatif dilakukan dengan memanfaatkan data (kualitatif)
dari hasil observasi dan wawancara mendalam, dengan tujuan memberikan
eksplanasi dan pemahaman yang lebih luas atas hasil data yang dikumpulkan.Dan
kemudian peneliti melakukan langkah membandingkan atau mengkorelasikan hasil
penelitian dengan teori yang telah ada.Hal itu dilakukan untuk mencari
perbandingan atau hubungan antara hasil penelitian dengan teori yang telah ada.
BAB
II
GAMBARAN UMUM
A.
SEJARAH DESA
Desa Wanurojo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kemiri, kabupaten Purworejo,
provinsi Jawa Tengah.
Seperti desa-desa
pada umumnya di Indonesia, desa
Wonurejo sebelumnya telah melalui
proses-proses
perubahan pemerintahan, pergantian nama, dan kedudukan. Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebelum
amandemen menentukan pembagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 18 itu berbunyi “Pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahanya
ditetapkan dengan undang-undang”. Kemudian dalam penjelasan Pasal 18 disebutkan
bahwa dalam teritorial Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen (Desa otonom)
dan volksgetneenschappen (Desa adat),
seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan
marga di Palembang dan sebagainya.
Daerah-daerah
itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa. Kalimat ini menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) harus mengakui keberadaan desa-desa di Indonesia yang bersifat
beragam (Asshiddiqie, 2008:287). Konsep zelfbesturende
landchappen identik dengan Desa otonom (local
self government) atau disebut Desa Praja yakni Desa sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang berhak dan berwenang mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
Dalam
penjelasan juga ditegaskan: “Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi
dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil”. Ini
berarti bahwa daerah yang lebih kecil mencakup kabupaten/kota dan Desa,
Undang-undang harus memberi kedudukan yang tepat keberadaan Desa yang telah ada
jauh sebelum NKRI lahir.
Kartohadikoesoemo
(1965: 3) menyatakan bahwa arti kata desa, dusun, desi seperti juga negeri,
nagari, nagoro berasal dari bahasa sankskrit (sansekerta) yang berarti tanah
air, tanah asal, tanah kelahiran. Kata Desa berasal dari bahasa Jawa yakni “swadesi” yang berarti tempat asal,
tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan
hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas. Pada masa
pemerintahan orde baru peraturan perundang-undangan mengenai desa mengalami
perubahan yang ditandai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa (galihlike9.blogspot.com). Undang-undang Nomor 5
Tahun 1979 menyatakan secara tegas bahwa kebijakan mengenai desa diarahkan pada
penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan Desa dengan corak nasional.
Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa membuat Format pemerintahan Desa
secara seragam di seluruh Indonesia. Undang-undang ini menegaskan bahwa Desa
adalah wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai persatuan
masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Lahirnya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memiliki semangat
dasar yaitu memberikan pengakuan terhadap keragaman dan keunikan Desa sebagai
Desa adat. Desa tidak lagi sebagai bentuk pemerintahan terendah di bawah camat,
melainkan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul Desa. Pengaturan di
dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada masa
terjadinya perubahan terhadap UUD Tahun 1945 memiliki pengaruh terhadap
keberadaan Desa yang ternyata tidak memiliki kejelasan terhadap statusnya,
apakah sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan Indonesia atau merupakan
kesatuan masyarakat hukum adat.
Pasal
18 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 amandemen menegaskan bahwa “Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Berdasarkan perubahan Pasal 18 tersebut, maka lahirlah Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan mengenai pengertian Desa (Sadu dan
Tahir, 2007:25). Desa diberi pengertian sebagai suatu masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pasal
1 angka (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disebutkan pengertian
tentang Desa bahwa: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa
dalam kedudukannya tidak dapat dipisahkan dengan berbagai keberadaan daerah
yang lain, baik itu propinsi atau kabupaten/kota. Pasal 1 ayat (1) UUD Tahun
1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
republik (Kaho, 2012:10). Keberadaan suatu Negara Kesatuan pada hakekatnya
menempatkan kekuasaan tertinggi dan penyelenggara segenap urusan Negara yaitu
pemerintah pusat. Hal tersebut terkait dengan adanya asas bahwa dalam Negara
kesatuan segenap urusan Negara tidak dibagi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, sehingga urusan-urusan Negara dalam suatu Negara kesatuan
tetap merupakan suatu kebulatan dan dipegang oleh pemerintah pusat.
Pada tahun
1819 Desa Wanurojo
terdiri dari 3 dusun yang masing-masing berdiri sendiri yakni Krajan Lor,
Krajan Kidul dan Dukuh Sabrang, namun kemudian ketiga dusun tersebut disatukan
menjadi satu desa dengan nama Desa Wanurojo. Pasca menjadi Desa Wanurojo, ketiga dusun
tadi secara resmi berada dalam satu sistem pemerintahan desa Wanurojo.
Tabel 2.1
Kepala
Desa/Lurah Desa Wanurojo
No
|
Nama
Lurah/Kades
|
Massa
Jabatan
|
Keterangan
|
1.
|
Mbah
Lurah Dogleg Ketawangsa
|
-
|
Kepala
desa/lurah pertama
|
2
|
Mbah
Lurah Umyung
|
-
|
Turun
temurun
|
3
|
Mbah
Paitorejo
|
-
|
Turun
temurun
|
4
|
Mbah
Martowiranu
|
-
|
Turun
temurun
|
5
|
Bapak
Hadi Wiyono
|
1964
– 1989
|
Melalui
pemilihan tahun
1964 (pemilihan Kades pertama kali)
|
6
|
Bapak
Sriyanto
|
1989
– 1997
|
Melalui
pemilihan tahun
1989
|
7
|
Pj.
Bapak Haryono
|
1997
– 1998
|
Tahun 1997, terjadi kekosongan
Kepala Desa/Lurah. Bapak Haryono ditunjuk sebagai Pejabat
Sementara.
|
8
|
Bapak Sugito
|
1998-2012
|
Melalui
pemilihan tahun
1998
|
Sumber:
Diolah dari Profil desa Wanurojo
Sebelum
tahun 1964 jabatan
kepala desa Wanurojo dipimpin secara
turun-temurun. Sampai
akhirnya pada tahun 1964, desa
Wanurojo melaksanakan pemilihan
kepala desa secara langsung untuk yang pertama kalinya. Pemilihan itu dimenangkan oleh bapak
Hadi Wiyono
yang menjabat sejak tahun 1964
hingga 1989.
Pada
Tahun 1989 desa Wanurejo telah berdiri Balai Desa yang sebelumnya belum pernah
ada. Dari sini
menunjukan adanya peningkatan dari sisi infrastruktur/aset di Desa Wanurojo, karena dengan adanya Kantor Balai
Desa akan memberikan ruang yang baik dalam proses pelaksanaan pemerintahan di
Desa. Pada Tahun itu juga
diadakan proses pemilihan Kepala Desa yang kedua kalinya dan
dimenangkan oleh
Sriyanto, yang menjabat tahun 1989 sampai dengan 1997.
Memasuki
Tahun 1997 tuntutan reformasi politik dan ketatanegaraan di
Indonesia terus menguat, terutama pada level nasional. Pada Mei 1998, penguasa
Orde Baru Soeharto lengser, dan tuntutan reformasi akan perubahan sistem politik
dan pemerintahan Indonesia dari otoriter
yang sentralistik menjadi sistem yang demokratis dan kekuasaan yang
terdesentralisasi mutlak harus dilaksanakan. Pada tahun 1997 pemerintahan
di Desa Wanurejo
mengalami kekosongan
Kepala Desa. Kemudian berdasarkan musyawarah warga, akhirnya Bapak Haryono ditunjuk
menjadi pejabat sementara kepala desa Wanurejo selama 1 tahun (1997-1998). Hingga akhirnya pada tahun 1998 pemilihan Kepala Desa untuk
yang ketiga kalinya
dilaksanakan, dimana
pemilihan kepala desa dimenangkan oleh Bapak
Sugito yang menjabat sejak tahun 1998 hingga tahun 2012.
B.
GEOGRAFIS
Desa Wanurojo merupakan salah
satu dari 40 Desa di
Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo yang mana telah memiliki karakteristik
geografis tersendiri. Baik luas wilayah, batas wilayah; kondisi tanah,
dan iklim di desa. Desa Wanurojo terletak ±8 km ke arah Utara kecamatan Kemiri. Berikut ini geografis Desa
Wanurojo:
Tabel 2.2
Luas dan Batas Wilayah Di Desa Wanurojo
No.
|
Luas dan Batas Wilayah
|
Keterangan
|
|
01
|
Luas
Desa
|
249.195
Hektare
|
|
02
|
Batas
Wilayah:
|
|
|
|
a
|
Sebelah
Barat
|
Desa
Kali Glagah
|
|
b
|
Sebelah
Timur
|
Desa
Ket. Pom. Kulon
|
|
c
|
Sebelah
Utara
|
Desa
Suko Gelap
|
|
d
|
Sebelah
Selatan
|
Desa
Rejowinangun
|
Sumber: Profil desa Wanurejo
Luas wilayah desa Wanurojo adalah 249.195 Hektar. Sementara, batas wilayah
desa Wanurojo sebelah barat berbatasan dengan
Desa Kali Glagah; sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Ket. Pom. Kulon; sebelah Utara berbatasan dengan
Suko Gelap;
dan sebelah
Selatan
berbatasan dengan Desa Rejo Winangun.
Tabel 2.3
Kondisi Geografis Di Desa Wanurojo
No.
|
Kondisi Geografis
|
Keterangan
|
01.
|
Ketinggian
Tanah dari Permukaan laut
|
-
|
02.
|
Banyaknya
Curah Hujan
|
Sedikit
|
03.
|
Topografi
|
Dataran
Tinggi
|
04
|
Suhu
Udara
|
Sedang-sedang
|
Sumber: Diolah dari profil desa Wanurejo
Kondisi
geografis di desa Wanurojo memiliki curah
hujan yang
sedikit; Topografinya dengan dataran
tinggi; sedangkan Suhu
udara yang
sedang-sedang.
Tabel 2.4
Jarak Pemerintahan Desa Wanurojo
No.
|
Jarak Pemerintahan
|
Ketrangan
|
1
|
Jarak dari Pemerintahan Desa
|
Dekat
|
2
|
Jarak dari Pemerintah Kecamatan
|
Dekat
|
3
|
Jarak dari Pemerintah Kabupaten
|
Agak jauh
|
4
|
Jarak dari Pemerintah Provinsi
|
Jauh
|
5
|
Jarak dari Pemerintah
Pusat (Ibukota Negara)
|
Jauh
|
Sumber: Profil
desa Wanurejo
Jarak
dari perumahan warga ke pusat pemerintahan tentu akan berpengaruh dalam proses
pengurusan kepentingan pelayanan terutama pelayanan administrasi seperti: KTP,
Surat Pernikahan, Surat Kelahiran, Surat akta tanah, surat perjinan, surat
pertemuan, surat kegitaan tertentu dsb. Jika dilihat dari jarak perumahan
warga ke pusat pelayanan pemerintah desa cukup dekat, juga ke kecamatan.
Sedangkan ke
ibukota kabupaten
agak jauh. Untuk
jarak dari desa Wanurejo ke
pusat pemerintahan provinsi dan ibukota Negara
sangat jauh.
C.
KEPENDUDUKAN
a
Jumlah
Penduduk
Desa
Wanurojo memiliki
jumlah penduduk sebanyak 1.157
Jiwa. Jumlah tersebut tersebar di 3 dusun dan 6 RT. Di dusun
Krajan Lor yang terdapat 2 RT adalah sejumlah 348 jiwa (30,08%); di dukuh
Sabrang, terdapat 1 RT sejumlah 258 jiwa (22,30%); dan di dusun Krajan Kidul,
terdapat 3 RT yaitu sejumlah 552 jiwa (47,62%).
Tabel
2.5
Sebaran
Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun
NO.
|
LOKASI
|
RT
|
JUMLAH
|
%
|
1
|
Krajan Lor
|
2
|
348
|
30.08
|
2
|
Dukuh Sabrang
|
1
|
258
|
22,30
|
3
|
Krajan Kidul
|
3
|
551
|
47,62
|
TOTAL
|
6
|
1.157
|
100
|
Sumber: Diolah dari profil desa
Wanurojo
b
Jumlah
Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Secara
administratif jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin di
desa Wanurojo dapat dibagi ke dalam tiga dusun yaitu: Dusun Sabrang terdapat 258 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 132
jiwa dan perempuan
126 jiwa;
dusun Krajan Lor
terdapat 348 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 176 jiwa
dan perempuan 172 jiwa; dan Krajan Kidul dihuni 551 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 272 jiwa
dan perempuan 279 jiwa.
Tabel 2.6
Jumlah Penduduk
Berdasarkan Jenis
Kelamin
No.
|
Lokasi
|
Jenis Kelamin
|
|
Dusun
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|
1
|
Dukuh
Sabrang
|
176
|
172
|
2
|
Krajan
Lor
|
132
|
126
|
3
|
Krajan
Kidul
|
272
|
279
|
|
Jumlah
|
580
|
577
|
Sumber:
Profil desa Wanurejo
c)
Keadaan
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Penduduk
Desa Wanurojo jika dilihat dari tingkat pendidikan, lebih didominasi oleh
tingkat pendidikan tamat SD/Sederajat dengan jumlah sangat signifikan yakni 549
orang atau mencapai 47,45%; kemudian 229 orang kategori tidak/belum sekolah
atau mencapai 19,79%; berikutnya penduduk dengan tingkat pendidikan
SLTP/Sederajat berjumlah 174 orang atau mencapai 15,04%; sedangkan penduduk
dengan tingkat pendidikan SLTA/Sederajat berjumlah 134 orang atau mencapai
11,58%; sementara penduduk dengan tingkat pendidikan belum tamat SD/Sederajat
berjumlah 43 orang atau mencapai 3,72%; dan yang paling rendah yakni penduduk
dengan tingkat pendidikan Diploma/Sarjana berjumlah 28 orang atau hanya
mencapai 2,42%.
Tabel 2.7
Data
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
NO
|
TINGKAT PENDIDIKAN
|
JUMLAH
|
%
|
1.
|
Tidak/
Belum Sekolah
|
229
|
19,79
|
2.
|
Belum
Tamat SD/ Sederajat
|
43
|
3,72
|
3.
|
Tamat SD/
Sederajat
|
549
|
47,45
|
4.
|
SLTP/
Sederajat
|
174
|
15,04
|
5.
|
SLTA/
Sederajat
|
134
|
11,58
|
6.
|
Diploma/
Sarjana
|
28
|
2,42
|
TOTAL
|
1.157
|
100
|
Sumber: diolah dari profil desa Wanurojo
Keadaan penduduk yang lebih banyak didominasi tingkat
pendidikan SD/Sederajat serta tidak/belum sekolah mengindikasikan bahwa Desa
Wanurojo memiliki kualitas sumber daya manusia yang masih tergolong rendah.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran aktif semua komponen desa yang
berkepentingan, khususnya pemerintah desa untuk mendorong peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang ada.
d)
Keadaan
Penduduk Menurut Agama
Jika
dilihat menurut agama, penduduk Desa
Wanurojo seluruhnya menganut agama Islam sebagaimana disajikan pada tabel
berikut :
Tabel
2.8
Data Penduduk Menurut Agama
NO
|
AGAMA
|
JUMLAH
|
%
|
1.
|
Islam
|
1.157
|
100
|
TOTAL
|
1.157
|
100
|
Sumber
: Data Potensi Desa Wanurojo yang diolah
e) Keadaan Penduduk Menurut Pekerjaan
Jenis
pekerjaan yang digeluti oleh penduduk Desa Wanurojo cukup berfariasi, namun
yang paling menonjol adalah petani/pekebun dengan jumlah 497 orang atau
mencapai hingga 42,96%. Berikut data penduduk menurut jenis pekerjaan yang
digeluti akan disajikan dalam tabel di bawah ini
Tabel 2.9
Data
Penduduk Menurut Pekerjaan
NO
|
JENIS PEKERJAAN
|
JUMLAH
|
%
|
1.
|
Belum/ Tdk
Bekerja
|
259
|
22,39
|
2.
|
Mengurus
Rumah Tangga
|
65
|
5,62
|
3.
|
Pelajar/
Mahasiswa
|
125
|
10,80
|
4.
|
Pensiunan
|
2
|
0,17
|
5.
|
PNS/
Pegawai Non PNS
|
19
|
1,64
|
6.
|
TNI
|
7
|
0,61
|
7.
|
Kepolisian
RI
|
1
|
0,09
|
8.
|
Perdagangan
|
24
|
2,07
|
9.
|
Petani/
Pekebun
|
497
|
42,96
|
10.
|
Peternak
|
1
|
0,09
|
11.
|
Karyawan
Swasta
|
21
|
1,82
|
12.
|
Buruh
Harian Lepas
|
82
|
7,09
|
13.
|
Pembantu
Rumah Tangga
|
2
|
0,17
|
14.
|
Sopir
|
1
|
0,09
|
15.
|
Wiraswasta
|
46
|
3,98
|
16.
|
Lainnya
|
5
|
0,43
|
TOTAL
|
1.157
|
100
|
Sumber
: Data Potensi Desa Wanurojo yang diolah
Tingginya
persentase penduduk dengan pekerjaan sebagai petani/pekebun disebabkan oleh
ketersediaan lahan pertanian yang cukup luas serta didukung keadaan iklim yang
berpengaruh positif pada musim tanam. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian
utaman pemerintah desa dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat dengan
menjadikan hasil pertanian/perkebunan sebagai potensi unggulan.
f Keadaan Penduduk Menurut Status Perkawinan
Tabel 2.10
Data
Penduduk Menurut Status Perkawinan
NO
|
STATUS PERKAWINAN
|
JUMLAH
|
%
|
1.
|
Belum
Menikah
|
420
|
36,30
|
2.
|
Menikah
|
663
|
57,30
|
3.
|
Cerai
Hidup
|
6
|
0,52
|
4.
|
Cerai Mati
|
68
|
5,88
|
TOTAL
|
1.157
|
100
|
Sumber
: Data Potensi Desa Wanurojo yang diolah
Dari tabel
di atas, dapat disimpulkan bahwa penduduk dengan status perkawinan menikah
dengan jumlah 663 orang atau mencapai 57,30% lebih banyak bila dibandingkan
dengan status perkawinan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah sosial
kemasyarakatan lebih mudah tertangani atau bahkan dihindari bila keluarga
dijadikan sebagai basis utama pembinaan kemasyarakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar