Rabu, 22 Juni 2016

STRATEGI PEMERINTAH DESA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DESA (PADES) part 2

2. Konsep Pemerintah Desa
Berdasarkan undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksud dengan pemerintah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Dan sesuai dengan Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 Bab IV pasal 11 pemerintah desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD. Oleh karena itu Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.

3. Konsep Pendapatan Asli Desa (PADes)
Dalam Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014, Pasal 72 ayat (1) huruf  a menyatakan, Pendapatan Asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa.
Di dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) nomor 113 tahun 2014, Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, pada pasal 9 ayat (3) juga dijelaskan bahwa, kelompok PADesa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tersebut, terdiri atas jenis:
a.         Hasil usaha;
b.         Hasil aset;
c.         Swadaya, partisipasi dan Gotong royong; dan
d.        Lain-lain pendapatan asli desa.

Dan pada ayat (4) sampai dengan (7) dijelaskan:
a.         Hasil usaha desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a antara lain hasil Bumdes, tanah kas desa.
b.        Hasil aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b antara lain tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.
c.         Swadaya, partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai dengan uang.
d.        Lain-lain pendapatan asli desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d antara lain hasil pungutan desa.

F.         RUANG LINGKUP PENELITIAN
     Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi peningkatan Pendapatan Asli Desa. Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi peningkatan Peningkatan Pendapatan Asli Desa, yaitu:
1.    Tindakan pemerintah desa dalam peningkatan Pendapat Asli Desa di sektor hasil usaha desa;
2.    Tindakan pemerintah desa dalam peningkatan Pendapatan Asli Desa di sektor hasil aset;
3.    Tindakan  pemerintah desa dalam peningkatan Pendapatan Asli Desa di sektor hasil swadaya, partisipasi dan gotong royong;
4.    Tindakan  pemerintah desa dalam peningkatan Pendapatan Asli Desa di bagian lain-lain pendapatan asli desa

G        METODE PENELITIAN
Penelitian ini tersusun dengan kelengkapan ilmiah yang disebut sebagai metode penelitian, yaitu cara kerja penelitian sesuai dengan cabang – cabang ilmu yang menjadi sasaran atau obyeknya.[1] Cara kerja tersebut merupakan pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis dalam upaya pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah penelitian guna diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan solusinya.[2]
a.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri.
b.   Unit Analisis
   Diantara judul yang kami ambil yaitu STRATEGI PEMERINTAH DESA DALAM MENINGKAT PADes, disini kami menempatkan subjek dan objek yang yang akan diteliti. Sebagai subjek, yaitu:
1.    Kepala  desa (1 orang)
2.    Perangkat desa (5 orang)
3.    Sekretaris desa (1 orang)
4.    BPD sebagai unsur penyelengara pemerintah desa (5-9 orang)
5.    Masyarakat (5 orang)
Sedangkan objek yang akan diteliti adalah sumber pendapat asli desa terdiri atas
1.    Hasil usaha;
2.    Hasil aset;
3.    Swadaya, partisipasi dan Gotong royong; dan
4.    Lain-lain pendapatan asli desa.

H         TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan.[3]
Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam situasi yang sesungguhnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yang digunakan adalah, wawancara mendalam yang berhubungan dengan data yang diperlukan dan observasi.
a.    Wawancara
Sedangkan penggunaan wawancara mendalam (dept interview) dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data primer dari subyek penelitian dengan cara wawancara mendalam yang tidak berstruktur, dengan pertimbangan supaya dapat berkembang sesuai dengan kepentingan penelitian.
b.   Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti.[4] Observasi dilakukan bila belum banyak keterangan yang dimiliki tentang masalah yang diselidiki. Dari hasil observasi, dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkan.[5]
Sementara H.B. Sutopo (1997:10-11), mengemukakan bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman gambar.Observasi dapat dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.Observasi langsung dapat mengambil peran maupun tidak berperan. Spradley (1980), menjelaskan bahwa peran peneliti dalam metode observasi dapat dibagi menjadi: (1). Tak berperan sama sekali, (2). Berperan aktif, (3). Berperan pasif, dan (4). Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga atau anggota kelompok yang sedang diamati.[6]

c.    Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan data dengan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian tetapi mepelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini seperti buku, jurnal surat kabar dan lain sebagainya.

I           TRIANGULASI
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyedik dan teori.
Validitas dan objektivitas   merupakan persoalan fundamental dalam kegiatan ilmiah.Agar data yang diperoleh peneliti memiliki validitas dan objektivitas   yang tinggi, diperlukan beberapa persyaratan yang diperlukan. Berikut ini akan peneliti kemukakan metode yang digunakan untuk meningkatkan validitas dan objektivitas  suatu penelitian, terutama dalam penelitian kualitatif. Robert K. Yin (1996), mensyaratkan adanya validitas design penelitian. Untuk itu, Paton (1984), menyarankan diterapkan teknik triangulasi sebagai validitas design penelitian. Adapun teknik triangulasi yang peneliti pakai dalam penelitian ini adalah triangulasi data atau triangulasi sumber.Sebagaimana dikemukakan Yin, triangulasi data dimaksudkan agar dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan multi sumber data.
Dalam konteks ini, upaya yang dilakukan oleh peneliti dalam pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam penggaliannya, baik itu sumber data primer yang berupa hasil wawancara maupun sumber data sekunder yang berupa buku, majalah dan dokumen lainnya. Sedangkan metode atau cara yang digunakan dalam analisis data adalah metode analisis kualitatif. Artinya analisis kualitatif dilakukan dengan memanfaatkan data (kualitatif) dari hasil observasi dan wawancara mendalam, dengan tujuan memberikan eksplanasi dan pemahaman yang lebih luas atas hasil data yang dikumpulkan.Dan kemudian peneliti melakukan langkah membandingkan atau mengkorelasikan hasil penelitian dengan teori yang telah ada.Hal itu dilakukan untuk mencari perbandingan atau hubungan antara hasil penelitian dengan teori yang telah ada.

BAB II
GAMBARAN UMUM

A.                SEJARAH DESA
            Desa Wanurojo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kemiri, kabupaten Purworejo, provinsi Jawa Tengah. Seperti desa-desa pada umumnya di Indonesia, desa Wonurejo sebelumnya telah melalui proses-proses perubahan pemerintahan, pergantian nama, dan kedudukan. Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebelum amandemen menentukan pembagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 18 itu berbunyi “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan dengan undang-undang”. Kemudian dalam penjelasan Pasal 18 disebutkan bahwa dalam teritorial Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen (Desa otonom) dan volksgetneenschappen (Desa adat), seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Kalimat ini menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus mengakui keberadaan desa-desa di Indonesia yang bersifat beragam (Asshiddiqie, 2008:287). Konsep zelfbesturende landchappen identik dengan Desa otonom (local self government) atau disebut Desa Praja yakni Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak dan berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Dalam penjelasan juga ditegaskan: “Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil”. Ini berarti bahwa daerah yang lebih kecil mencakup kabupaten/kota dan Desa, Undang-undang harus memberi kedudukan yang tepat keberadaan Desa yang telah ada jauh sebelum NKRI lahir.
Kartohadikoesoemo (1965: 3) menyatakan bahwa arti kata desa, dusun, desi seperti juga negeri, nagari, nagoro berasal dari bahasa sankskrit (sansekerta) yang berarti tanah air, tanah asal, tanah kelahiran. Kata Desa berasal dari bahasa Jawa yakni “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas. Pada masa pemerintahan orde baru peraturan perundang-undangan mengenai desa mengalami perubahan yang ditandai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (galihlike9.blogspot.com). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 menyatakan secara tegas bahwa kebijakan mengenai desa diarahkan pada penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan Desa dengan corak nasional.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa membuat Format pemerintahan Desa secara seragam di seluruh Indonesia. Undang-undang ini menegaskan bahwa Desa adalah wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai persatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memiliki semangat dasar yaitu memberikan pengakuan terhadap keragaman dan keunikan Desa sebagai Desa adat. Desa tidak lagi sebagai bentuk pemerintahan terendah di bawah camat, melainkan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul Desa. Pengaturan di dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada masa terjadinya perubahan terhadap UUD Tahun 1945 memiliki pengaruh terhadap keberadaan Desa yang ternyata tidak memiliki kejelasan terhadap statusnya, apakah sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan Indonesia atau merupakan kesatuan masyarakat hukum adat.
Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 amandemen menegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Berdasarkan perubahan Pasal 18 tersebut, maka lahirlah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan mengenai pengertian Desa (Sadu dan Tahir, 2007:25). Desa diberi pengertian sebagai suatu masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disebutkan pengertian tentang Desa bahwa: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa dalam kedudukannya tidak dapat dipisahkan dengan berbagai keberadaan daerah yang lain, baik itu propinsi atau kabupaten/kota. Pasal 1 ayat (1) UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk republik (Kaho, 2012:10). Keberadaan suatu Negara Kesatuan pada hakekatnya menempatkan kekuasaan tertinggi dan penyelenggara segenap urusan Negara yaitu pemerintah pusat. Hal tersebut terkait dengan adanya asas bahwa dalam Negara kesatuan segenap urusan Negara tidak dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sehingga urusan-urusan Negara dalam suatu Negara kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan dan dipegang oleh pemerintah pusat.
Pada tahun 1819 Desa Wanurojo terdiri dari 3 dusun yang masing-masing berdiri sendiri yakni Krajan Lor, Krajan Kidul dan Dukuh Sabrang, namun kemudian ketiga dusun tersebut disatukan menjadi satu desa dengan nama Desa Wanurojo. Pasca menjadi Desa Wanurojo, ketiga dusun tadi secara resmi berada dalam satu sistem pemerintahan desa Wanurojo.
Tabel 2.1
Kepala Desa/Lurah Desa Wanurojo

No
Nama Lurah/Kades
Massa Jabatan
Keterangan
1.
Mbah Lurah Dogleg Ketawangsa
-
Kepala desa/lurah pertama
2
Mbah Lurah Umyung
-
Turun temurun
3
Mbah Paitorejo
-
Turun temurun
4
Mbah Martowiranu
-
Turun temurun
5
Bapak Hadi Wiyono
1964 – 1989
Melalui pemilihan tahun 1964 (pemilihan Kades pertama kali)
6
Bapak Sriyanto
1989 – 1997
Melalui pemilihan tahun 1989
7
Pj. Bapak Haryono
1997 – 1998
Tahun 1997, terjadi kekosongan Kepala Desa/Lurah. Bapak Haryono ditunjuk sebagai Pejabat Sementara.
8
Bapak Sugito
1998-2012
Melalui pemilihan tahun 1998
Sumber: Diolah dari Profil desa Wanurojo

Sebelum tahun 1964 jabatan kepala desa Wanurojo dipimpin secara turun-temurun. Sampai akhirnya pada tahun 1964, desa Wanurojo melaksanakan pemilihan kepala desa secara langsung untuk yang pertama kalinya. Pemilihan itu dimenangkan oleh bapak Hadi Wiyono yang menjabat sejak tahun 1964 hingga 1989.
Pada Tahun 1989 desa Wanurejo telah berdiri Balai Desa yang sebelumnya belum pernah ada. Dari sini menunjukan adanya peningkatan dari sisi infrastruktur/aset di Desa Wanurojo, karena dengan adanya Kantor Balai Desa akan memberikan ruang yang baik dalam proses pelaksanaan pemerintahan di Desa. Pada Tahun itu juga diadakan proses pemilihan Kepala Desa yang kedua kalinya dan dimenangkan oleh Sriyanto, yang menjabat tahun 1989 sampai dengan 1997.
Memasuki Tahun 1997 tuntutan reformasi politik dan ketatanegaraan di Indonesia terus menguat, terutama pada level nasional. Pada Mei 1998, penguasa Orde Baru Soeharto lengser, dan tuntutan reformasi akan perubahan sistem politik dan pemerintahan Indonesia dari otoriter yang sentralistik menjadi sistem yang demokratis dan kekuasaan yang terdesentralisasi mutlak harus dilaksanakan. Pada tahun 1997 pemerintahan di Desa Wanurejo mengalami kekosongan Kepala Desa. Kemudian berdasarkan musyawarah warga, akhirnya Bapak Haryono ditunjuk menjadi pejabat sementara kepala desa Wanurejo  selama 1 tahun (1997-1998). Hingga akhirnya pada tahun 1998 pemilihan Kepala Desa untuk yang ketiga kalinya dilaksanakan, dimana pemilihan kepala desa dimenangkan oleh Bapak Sugito yang menjabat sejak tahun 1998 hingga tahun 2012.   

B.                 GEOGRAFIS
       Desa Wanurojo merupakan salah satu dari 40 Desa di Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo yang mana telah memiliki karakteristik geografis tersendiri. Baik luas wilayah, batas wilayah; kondisi tanah, dan iklim di desa. Desa Wanurojo terletak ±8 km ke arah Utara kecamatan Kemiri. Berikut ini geografis Desa Wanurojo:


Tabel 2.2
Luas dan Batas Wilayah Di Desa Wanurojo

No.
Luas dan Batas Wilayah
Keterangan
01
Luas Desa
249.195 Hektare
02
Batas Wilayah:


a
Sebelah Barat
Desa Kali Glagah

b
Sebelah Timur
Desa Ket. Pom. Kulon

c
Sebelah Utara
Desa Suko Gelap

d
Sebelah Selatan
Desa Rejowinangun
Sumber: Profil desa Wanurejo

Luas wilayah desa Wanurojo adalah 249.195 Hektar. Sementara, batas wilayah desa Wanurojo sebelah barat berbatasan dengan Desa Kali Glagah;  sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ket. Pom. Kulon; sebelah Utara berbatasan dengan Suko Gelap; dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rejo Winangun.

Tabel 2.3
Kondisi Geografis Di Desa Wanurojo

No.
Kondisi Geografis
Keterangan
01.
Ketinggian Tanah dari Permukaan laut
-
02.
Banyaknya Curah Hujan
Sedikit
03.
Topografi
Dataran Tinggi
04
Suhu Udara
Sedang-sedang
Sumber: Diolah dari profil desa Wanurejo

Kondisi geografis di desa Wanurojo memiliki curah hujan yang sedikit; Topografinya dengan dataran tinggi; sedangkan Suhu udara yang sedang-sedang.

Tabel 2.4
Jarak Pemerintahan Desa Wanurojo

No.
 Jarak Pemerintahan
Ketrangan
1
Jarak dari Pemerintahan Desa
Dekat
2
Jarak dari Pemerintah Kecamatan
Dekat
3
Jarak dari Pemerintah Kabupaten
Agak jauh
4
Jarak dari Pemerintah Provinsi
Jauh
5
Jarak dari Pemerintah Pusat (Ibukota Negara)
Jauh
  Sumber: Profil desa Wanurejo

Jarak dari perumahan warga ke pusat pemerintahan tentu akan berpengaruh dalam proses pengurusan kepentingan pelayanan terutama pelayanan administrasi seperti: KTP, Surat Pernikahan, Surat Kelahiran, Surat akta tanah, surat perjinan, surat pertemuan, surat kegitaan tertentu dsb. Jika dilihat dari jarak perumahan warga ke pusat pelayanan pemerintah desa cukup dekat, juga ke kecamatan. Sedangkan ke ibukota kabupaten agak jauh. Untuk jarak dari desa Wanurejo ke pusat pemerintahan provinsi dan ibukota Negara sangat jauh.

C.                KEPENDUDUKAN
a      Jumlah Penduduk
Desa Wanurojo memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.157 Jiwa. Jumlah tersebut tersebar di 3 dusun dan 6 RT. Di dusun Krajan Lor yang terdapat 2 RT adalah sejumlah 348 jiwa (30,08%); di dukuh Sabrang, terdapat 1 RT sejumlah 258 jiwa (22,30%); dan di dusun Krajan Kidul, terdapat 3 RT yaitu sejumlah 552 jiwa (47,62%).


Tabel 2.5
Sebaran Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun
NO.
LOKASI
RT
JUMLAH
%
1
Krajan Lor
2
348
30.08
2
Dukuh Sabrang
1
258
22,30
3
Krajan Kidul
3
551
47,62
TOTAL
6
1.157
100
        Sumber: Diolah dari profil desa Wanurojo

b    Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Secara administratif jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di desa Wanurojo dapat dibagi ke dalam tiga dusun yaitu: Dusun Sabrang terdapat 258 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 132 jiwa dan perempuan 126 jiwa; dusun Krajan Lor terdapat 348 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 176 jiwa dan perempuan 172 jiwa; dan Krajan Kidul dihuni 551 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 272 jiwa dan perempuan 279 jiwa.

Tabel 2.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No.
Lokasi
Jenis Kelamin
Dusun
Laki-laki
Perempuan
     1
Dukuh Sabrang
176
172
2
Krajan Lor
132
126
3
Krajan Kidul
272
279

Jumlah
580
577
                       Sumber: Profil desa Wanurejo
c)      Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Penduduk Desa Wanurojo jika dilihat dari tingkat pendidikan, lebih didominasi oleh tingkat pendidikan tamat SD/Sederajat dengan jumlah sangat signifikan yakni 549 orang atau mencapai 47,45%; kemudian 229 orang kategori tidak/belum sekolah atau mencapai 19,79%; berikutnya penduduk dengan tingkat pendidikan SLTP/Sederajat berjumlah 174 orang atau mencapai 15,04%; sedangkan penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA/Sederajat berjumlah 134 orang atau mencapai 11,58%; sementara penduduk dengan tingkat pendidikan belum tamat SD/Sederajat berjumlah 43 orang atau mencapai 3,72%; dan yang paling rendah yakni penduduk dengan tingkat pendidikan Diploma/Sarjana berjumlah 28 orang atau hanya mencapai 2,42%.
Tabel 2.7
Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

NO
TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH
%
1.
Tidak/ Belum Sekolah
229
19,79
2.
Belum Tamat SD/ Sederajat
43
3,72
3.
Tamat SD/ Sederajat
549
47,45
4.
SLTP/ Sederajat
174
15,04
5.
SLTA/ Sederajat
134
11,58
6.
Diploma/ Sarjana
28
2,42
TOTAL
1.157
100
                     Sumber: diolah dari profil desa Wanurojo
Keadaan penduduk yang lebih banyak didominasi tingkat pendidikan SD/Sederajat serta tidak/belum sekolah mengindikasikan bahwa Desa Wanurojo memiliki kualitas sumber daya manusia yang masih tergolong rendah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran aktif semua komponen desa yang berkepentingan, khususnya pemerintah desa untuk mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ada.

d)     Keadaan Penduduk Menurut Agama
Jika dilihat menurut agama, penduduk  Desa Wanurojo seluruhnya menganut agama Islam sebagaimana disajikan pada tabel berikut :
Tabel 2.8
Data Penduduk Menurut Agama
NO
AGAMA
JUMLAH
%
1.
Islam
1.157
100
TOTAL
1.157
100
          Sumber : Data Potensi Desa Wanurojo yang diolah
e)    Keadaan Penduduk Menurut Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang digeluti oleh penduduk Desa Wanurojo cukup berfariasi, namun yang paling menonjol adalah petani/pekebun dengan jumlah 497 orang atau mencapai hingga 42,96%. Berikut data penduduk menurut jenis pekerjaan yang digeluti akan disajikan dalam tabel di bawah ini
Tabel 2.9
Data Penduduk Menurut Pekerjaan
NO
JENIS PEKERJAAN
JUMLAH
%
1.
Belum/ Tdk Bekerja
259
22,39
2.
Mengurus Rumah Tangga
65
5,62
3.
Pelajar/ Mahasiswa
125
10,80
4.
Pensiunan
2
0,17
5.
PNS/ Pegawai Non PNS
19
1,64
6.
TNI
7
0,61
7.
Kepolisian RI
1
0,09
8.
Perdagangan
24
2,07
9.
Petani/ Pekebun
497
42,96
10.
Peternak
1
0,09
11.
Karyawan Swasta
21
1,82
12.
Buruh Harian Lepas
82
7,09
13.
Pembantu Rumah Tangga
2
0,17
14.
Sopir
1
0,09
15.
Wiraswasta
46
3,98
16.
Lainnya
5
0,43
TOTAL
1.157
100
          Sumber : Data Potensi Desa Wanurojo yang diolah
Tingginya persentase penduduk dengan pekerjaan sebagai petani/pekebun disebabkan oleh ketersediaan lahan pertanian yang cukup luas serta didukung keadaan iklim yang berpengaruh positif pada musim tanam. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian utaman pemerintah desa dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat dengan menjadikan hasil pertanian/perkebunan sebagai potensi unggulan.
f    Keadaan Penduduk Menurut Status Perkawinan
Tabel 2.10
Data Penduduk Menurut Status Perkawinan
NO
STATUS PERKAWINAN
JUMLAH
%
1.
Belum Menikah
420
36,30
2.
Menikah
663
57,30
3.
Cerai Hidup
6
0,52
4.
Cerai Mati
68
5,88
TOTAL
1.157
100
          Sumber : Data Potensi Desa Wanurojo yang diolah
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa penduduk dengan status perkawinan menikah dengan jumlah 663 orang atau mencapai 57,30% lebih banyak bila dibandingkan dengan status perkawinan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah sosial kemasyarakatan lebih mudah tertangani atau bahkan dihindari bila keluarga dijadikan sebagai basis utama pembinaan kemasyarakatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar