Rabu, 22 Juni 2016

Persiapan desa dalam menjemput dana desa baru





Persiapan desa dalam menjemput dana desa baru

Di berbagai desa saat ini ramai berbincang soal pencaiaran dana desa. Dimana, berawal dari kebijakan yang baru dari Mendes PDTT  yang sebelumnya dari tiga tahap menjadi dua tahap di tahun 2016 ini. Sehingga, inilah sebuah awal yang menjadi polemik kontestan di kalangan pedesaan nusantara. Tidak lepas soal itu, Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersibuk melaksanakan musyawarah desa (Musdes) dalam target perencananaan realisasi anggaran dana desa. Semuanya ini, tidak lepas soal kesejahteraan financial pedesaan dalam membantu perekenomian masyarakat desa dalam skala pembangunan, pengembangan potensi desa maupun dalam pengembangan diri. Maka dari itu, pemdes mementingkan tugas untuk melaksanakan Kebijakan Baru dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Agar mengantisipasi dan menghindari beberapa kendala pada tahap realisasi anggaran.
Kebijakan Mendes PDTT
Terkait kebijakan dari Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi Marwan Jafar dalam wacananya diantara ratusan kepala desa di tangerang pada awal ferbruari lalu. Ia mengulas tentang aturan Pencairan dana desa di tahun 2016 akan berbedah dengan tahun sebelumnya dimana, proses percaiaran DD sebelumnya melalui tiga tahap sehingga, mengakibatkan kinerja kepala desa serta perangakat desa telah menjadi kendala dalam pembuat kebijakan serta laporan kebijakan begitu pula dalam pelaksanan pembangunan yang bermodel pincang (setengah berjalan). Maka untuk mengantisipasi itu, Mendes PDTT melakukan strategi baru dalam pencairan DD sehingga dapat menghasil kinerja yang efisien dan pelaksanan pembangunan akan tepat sasaran dengan melalui pencairan DD perdua tahap sehingga, dapat mempermudah kinerja Pemdes  dalam mewujudkan pembangunan yang  efektif serta berguna dan bermanfaat bagi masyarakat desa di pelosok nusantara. Maka untuk mendukung wacan ini, Mendes PDTT membuat Permendes no 21 tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2016. Dimana isi penting didalamnya adalah: skala pembangunan, pembentukan rencana kebijakan serta pemberdayaan masyarakat desa dengan penggunaan DD yang berguna untuk skala desa.

pembentukan kewenangan dalam sitem pemerintahan desa. Seperti: kepala desa serta perangkat desa adalah badan eksekutif sedangkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai badan legislative.
Dengan demikian, alokasi dana desa sudah di depan mata. diuatamakan pesiapaan kinerja pemdes dalam kensep pembangunan membaik serta kebijakan beroptimal yang efektif. Sehingga, tidak mempunyai kendala yang bersifat teknis dalam konesep pembangunan yang baiki dalam kinerja. Namun, ketika semuanya akan penyelewangan dengan tujuan pembangunan desa. Sehingga pembangunan desapun bukan pelaksanan yang tepat sasaran. Melainkan hanya menguntungkan beberapa pihak. Dan akan rancu semisalkan berbanding dengan tujuan UU Desa sudah jelas tertera bahwa, desa mempunyai otoritas untuk mandiri,mengelolah dan di manfaatkan untuk kehidupan sendiri. Karena Negara hanya memberikan bekal kepada masyarakat desa (top down) tetapi, bukan mempunyai power yang adi membangun pembangunan desa. Melainkan desa sendiri yang mempunyai daya juang untuk membangun kepribadian, membangun lingkungan serta kearifan local yang di wariskan dan tetap di pertahankan (bottom up). Semisalkan alur pemikiran pemdes hanya menunggu kapan akan pengjadwalan pencaiaran dana desa tanpa harus berusaha dan mengintropeksi diri sebelum menjemput hari tersebut. Sedangkan kendala-kendala dalam diri mereka masih banyak yang  belum transpransikan, yaitu: beberapa kendala internal pemdes dan BPD yang sering kita jumpai di tempat penelitian maupun Kuliah Kerja Nyata di desa yaitu: pertama: kemapanan atau sumber daya manusia yang rendah dari  pemdes maupun anggota BPD untuk merancang suatu kebijakan baru dalam proses pembangunan dan kebijakan. Membutuhkan waktu yang sangat lama sehingga, pelaksanaan kebijakan masih belum stabil. Kedua: keahlian khusus di bidangnya minim ketiga: nepotisme yang kuat antara pemdes dan BPD. Maka, lemahnya controlling dari BPD terhadap kepala desa beserta perangakatnya. Sedangkan, kewenangan BPD adalah sebagai representatif dari masyarakat desa bukan dari kepala desa atau pemdes. Semuanya itu, akan bertujuan arah pada lingkup hubungan politik dinasti pedesaan. keempat: rendahnya pengetahuan tentang UU Desa. Ketika semua kendala internal ini, beberapa cara yang harus di perbaiki adalah: pertama harus di regulasi adalah kinerja di pemdes yang benar orang professional serta menghindari dari nepostisme yang ada.  Kedua pendamping desa, harus benar-benar berkompeten dan mampu mengabdi di bidang tersebut. Sehingga secara psikologis pedamping desa mampu menyadari masyarakat, BPD hingga pemerintah desa dengan kemapuan yang dimilikinya. Ketika semuanya berjalan dengan baik maka, akan mewujudkan kemajuan desa dalam segi pembangunan, bermandiri, kesejahateraan dan tidak ada lagi kemiskinan pada masyarakat marginal pedesaan.

penulis:
Mahasiswa ilmu pemerintahan STPMD “APMD”
Yogyakarta

saya mengaharapkan komentarnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar